Jumat, 09 November 2012

buah kedermawanan Ali

Buah Kedermawanan Ali


Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. pulang ke rumahnya. Dia dapati istrinya, Fathimah binti Rasulillah ra. sedang duduk sambil menjahit baju. Di depannya ada Salman Al-Farisi ra. Dia membantu nyonyanya dengan menyisir-nyisir bulu domba.
“Duhai adindaku, perempuan mulia, adakah kamu punya sesuatu untuk dimakan suamimu ini?” Ali bertanya.
“Demi Allah, aku tidak punya apa-apa, kecuali 6 dirham ini yang diberikan oleh Salman. Uang ini kuperoleh sebagai imbalan menenun kain wool. Dengan uang itu aku hendak membeli makanan untuk Hasan dan Husain ra.”
“Duhai perempuan mulia, berikan padaku uang itu,” ucap Ali.
Fathimah menaruh uang itu di atas telapak tangan Ali. Ali lalu keluar rumah untuk membeli makanan dengan uang tersebut. Di tengah jalan dia melihat seorang lelaki berdiri. Dia berkata, “Siapakah yang mau menghutangi Allah, Dzat yang Maha Melindungi dan Maha Memenuhi utang?”
Ali mendekati lelaki tersebut. Dia ambil uang 6 dirham dan dia berikan padanya. Selanjutnya, dia balik badan. Dia tidak jadi ke pasar, tetapi berjalan ke arah rumahnya. Dia pulang dengan tangan kosong. Fathimah menangis melihat suaminya pulang dengan tangan hampa.
“Duhai adinda, perempuan mulia, apa gerangan yang membuatmu menangis?” tanya Ali .
“Aku lihat Kakanda pulang dengan tangan hampa. Kakanda tidak membawa apa-apa” sahutnya.
Ali menjawab, “Oya, uang 6 dirham telah aku utangkan pada Allah.”
Fathimah pun mafhum. Dia tidak marah, malah berkata, “Kalau begitu, engkau telah diberi pertolongan oleh-Nya.”
Ali keluar dari rumahnya. Dia hendak pergi ke kediaman Rasulullah SAW.
Di tengah perjalanan, dia melihat seorang lelaki badui yang menuntun seekor unta. Ali mendekati itu badui. Si badui berkata, ” Hai Abal Hasan, belilah unta ini.”
Ali menjawab, “Aku tidak punya apa-apa.”
“Pokoknya, ini kujual kepadamu, soal bayar bisa belakangan,” ujar si badui.
“Berapa harganya?” tanya Ali.
“100 dirham, ” jawab si badui.
“Baik, aku beli.” Ali menjawab.
Ali mengambil tali kekang unta. Belum sempat ke mana-mana, tahu-tahu ada seorang badui lain menghampiri. “Hai Abal Hasan, apakah engkau hendak menjual ini unta?” tanya si badui.
“Ya,” jawab Ali.
“Berapa harganya?” tanya si badui.
“300 dirham.”
“Baik aku beli,” ujar si badui sambil memberikan uang 300 dirham.
Badui itu mengambil tali kekang unta, lantas menuntunnya. Ia pergi menjauh. Ali pun mengayunkan langkah, pulang ke rumahnya. Ia dapati istrinya, Fathimah, tersenyum. Ali datang tidak dengan tangan hampa, tetapi membawa uang 300 dirham.
“Suamiku, dari mana Kakanda mendapatkan uang ini?” tanya Fathimah.
Dan mulailah Ali bercerita. “Aku telah membeli seekor unta seharga 100 dirham dengan pembayaran ditunda, lantas aku menjualnya dengan kontan.”
Fathimah berkata, “Sungguh Kakanda telah mendapat pertolongan.”
Ali kemudian keluar rumah. Dia mengayunkan langkah kea rah Masjid Nabawi. Dia bermaksud menjumpai Rasulullah SAW. yang kediamannya persis bersebelahan (atau lebih tepatnya, menempel) dengan Masjid. Ketika dia masuk melalui pintu Masjid, dia lihat Rasulullah SAW. memandang ke arah dirinya. Beliau tersenyum.
“Assalamu’alaikum,” kata Ali ketika jarak dirinya dengan Nabi SAW. semakin dekat.
“Wa’alaikumussalam Abal Hasan, apa kamu yang bercerita, ataukah aku yang bercerita padamu?’ tanya beliau.
“Tidak, silakah Baginda bercerita pada saya,” jawab Ali.
“Abal Hasan, tahukah kamu siapa badui yang menjual unta kepadamu dan siapa badui yang membelinya darimu?”
Jawab Ali, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
“Beruntunglah kamu Ali, engkau telah memberi sesuatu (pada seseorang) sebagai utang pada Allah sebanyak 6 dirham. Karena itu, Allah memberimu 300 dirham. Itu berarti, untuk tiap-tiap dirham yang engkau sadaqahkan, Allah memberimu 50 dirham. Badui pertama adalah Malaikat Jibril, sedangkan badui satunya lagi ialah Malaikat Israfil.”  (Hamid Ahmad)

Sumber : http://aziachmad.wordpress.com