Dawud Wharnsby Musisi Peroleh Inspirasi Lewat Al-Qur’an
Selalu mencari cara untuk mengekspresikan diri.
Seperti itulah hidup David
Wharnsby. Pria yang lahir dan dibesarkan di Ontario, Kanada itu
sedari kecil lebih senang mengekspresikan apa yang dia rasakan terhadap banyak
hal, daripada harus mendengarkan pelajaran-pelajaran di sekolahnya. Ketika itu,
dia lebih senang menulis cerita dan menggambar kartun.
Beranjak remaja, cara David mengekspresikan
diri berkembang menjadi fotografi dan teater. Melalui jalur teater itulah bakat
bermusik dan menulisnya terasah dengan baik. Di umurnya yang masih belasan, dia
mulai mencari apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidupnya. Remaja keras kepala
ini mulai membaca bermacam-macam kitab suci dan berbagai tulisan yang
berhubungan dengan kajian spriritual.
Pada umur 18 tahun, remaja introvet itu betah
melek sepanjang malam hanya untuk menulis, mendengarkan musik, dan mempelajari
buku-buku berisi ajaran Hindu, Budha, dan Taoisme. Beragam konsep spiritual pun
mulai menjejali kepala David. Hal itu kemudian dia keluarkan dalam ekspresi
bermusiknya.
David pun mulai banyak menulis lagu dan puisi.
Secara otodidak, ia belajar berbagai macam instrumen musik yang kemudian
digabungkan dengan lirik-liriknya yang bernada instrospeksi serta suaranya yang
sederhana. Lewat lagu-lagunya itu, dia mulai banyak tampil di berbagai cafe,
universitas, dan festival rakyat.
Pada 1991, David mulai mencemplungkan dirinya
dalam berbagai kegiatan sosial. Mulai dari menjadi pemain boneka dan pengajar
untuk anak-anak, penyanyi keliling, hingga membantu orang-orang cacat.
Kegiatannya ini membuatnya berpetualangan ke berbagai daerah.
Ia pun mulai melintasi Kanada, Amerika Serikat,
bahkan sampai ke Inggris. Melalui caranya bermusik, David mulai menunjukan
ketertarikannya terhadap filosofi dan ajaran spiritual negara kawasan Timur. Ia
pun mencari bentuk filosofi spiritual yang sesungguhnya.
Menginjak usia 20 tahun, David akhirnya menemukan
Alquran dan kemudian memutuskan untuk memeluk agama Islam. Setelah mengucapkan
dua kalimah syahadat, ia pun menggunakan nama Islamnya, yakni Dawud Wharnsby
Ali. Agama baginya bukan sekedar institusi untuk manusia. Tetapi sesuatu yang
harus diterapkan dalam kehidupan.
‘’Saat mengucapkan kata Islam, saya melihatnya
sebagai kata kerja, sebuah kata yang merujuk pada aksi,’’ papar Dawud dalam
wawancaranya dengan sebuah majalah pada tahun 2006. Menurut dia, Islam
seharusnya menjadi sesuatu yang dilakukan oleh pemeluknya, bukan sesuatu yang
hanya dimiliki saja. ‘’Islam harus diimplementasikan dalam kehidupan.’’
Bagi Dawud, Islam sepertinya tidak hanya sebuah
agama yang ditempelkan padanya. Dia ingin menerjemahkan bahasa-bahasa keIslaman
itu melalui perilaku dan caranya berekspresi. Alquran menjadi inspirasinya
dalam bermusik. David banyak menulis lagu-lagu dengan perkusi sebagai
instrumennya, menjadi bentuk nasyid.
Dia juga banyak menulis lagu-lagu anak yang
terinspirasi dari Alquran. Lagu-lagu anak itu pada awalnya hanya direkamnya
dengan sebuah gitar saja. “Itu saya lakukan agar berbagai macam pendengar bisa
merasa nyaman dengan materi-materi lagunya,’’ paparnya.
Pada tahun 1995, Dawud berhasil menelurkan sebuah album
berjudul Blue Walls and The Big Sky. Pada tahun berikutnya, dia meluncurkan
album keduanya berjudul A Whsiper of Peace. Pada album keduanya, ia sudah mulai
menunjukan unsur-unsur religi dalam lagunya.
Sebut saja, lagu Al Khaliq, The Prophet, atau
Takbir/Days Of Eid. Lagu-lagu bernuansa religi itu terus berlanjut ke
album-albumnya selanjutnya, Colours of Islam (1997), Road to Madinah (1998),
Sunshine, Dust and The Messenger (2002), The Prophet’s Hands (2003), A
Different Drum (featuring The Fletcher Valve Drummers) (2004), Vacuous Waxing
(featuring Bill Kocher) (2005), The Poets And The Prophet (2006), Out Seeing
The Fields (featuring Idris Phillips) (2007).
Album-album itu, bagi Dawud merupakan hasil dari
salah satu caranya untuk menginterpretasi Al Quran. ‘’Bagi saya sangat penting
untuk bisa jujur pada diri sendiri terhadap pendapat saya tentang musik dan
kegunaannya’’ ujar Dawud. Dalam bermusik, dia banyak bersentuhan dengan musisi
mualaf lain seperti, Yusuf Islam (Cat Stevens) dan Idris Philip (Philip Bubel).
Meskipun caranya menginterpretasi Alquran melalui
musik ditentang oleh beberapa kalangan. Akan tetapi dia merasa bahwa sebagaian
besar penganut Islam tidak keberatan dengan caranya itu. ‘’Bagi saya ini
penting untuk bisa berbagai tentang nilai-nilai melalui musik dan lagu,’’ kata
Dawud.
Para penikmat musiknya di Turki, Malaysia,
Pakistan, Australia, Perancis, Amerika Serikat, dan Inggris sangat menyukai
perkembangan karya-karya. Selain sibuk dengan proyek-proyek album pribadinya,
pada tahun 1998, Dawud juga bergabung dengan perusahaan multimedia yang
berbasis di Chicago, Amerika Serikat, Sound Vision.com.
Di tempat itu, Dawud bekerja sebagai konsultan
pendidikan, pengarah audio, dan menjadi asisten produksi untuk lebih dari 15
dalam dokumentar dan program televisi untuk anak-anak. Saat ini Dawud sedang
mengerjakan dua proyek albumnya yang akan muncul di tahun 2011 dan 2012.