Senin, 12 November 2012

kh. Subadar


KH. SUBADAR

Kiyai Fiqh dan Falak

KH. Mas Subadar adalah tokoh ulama’ yang dikenal ahli bahtsul masa’il atau diskusi masalah agama, terutama bidang fiqh. Selain itu juga dikenal sebagai Ulama’ yang ahli ilmu falaq atau astronomi.
 Hal itu merupakan karunia Allah yang ia terima sebab jerih payahnya menuntut ilmu sewaktu masih muda. Beliau di kenal sebagai pemuda yang ulet, giat dan rajin belajar. Hari-harinya selalu disibukkan membaca dan berfikir lil ilmi. Karena  itulah beliau selalu dekat dan disayang oleh para gurunya.
 Pada tahun 1921 M, beliau dinikahkan dengan nyai Maimunah, putri dari KH. Aly Murtadlo yang ke-6, sekaligus sebagai nahkoda generasi ke II pondok pesantren Besuk setelah vakum beberapa bulan (100 hari) sepeninggal Al-Maghfurlah KH. Aly Murtadlo. Beliau dikaruniai delapan keturunan, dua orang pria dan enam perempuan. Setelah menunaikan ibadah haji beliau berganti nama KH. Baqir.
1. Tentang Mbah Badar
Hadratussyekh KH. Mas Subadar atau KH. Baqir berasal dari desa Kajen kecamatan Watusalak kabupaten Pati Jawa Tengah. Terlahir pada tahun 1889 M. Beliau merupakan cucu ke delapan dari Mbah Mutamakkin, seorang Ulama’ yang dikenal oleh masyarakat daerah Jawa Tengah sebagai waliyullah. Beliau menjadi yatim setelah ditinggal wafat ayahanda kyai Tasmin ketika melaksanakan ibadah Haji di tanah haram. Baqi’ al-Ghorqot, makam umum tanah suci yang menjadi tempat peristirahatan terakhir kyai Tasmin.  Semenjak itu beliau diasuh oleh pamannya sekaligus menjadi gurunya.
 2.Masa mencari ilmu
Semenjak kecil kyai Mas Badar belajar al-Qur’an dan ilmu agama lainnya kepada paman-pamannya sendiri. Diantaranya, Kyai Abdulloh Salam dan Kyai Sirojuddin. Berkat kecerdasan yang dimilikinya beberapa pelajaran dasar fiqh seperti kitab Sullam Safinah, Sullam Taufiq dan Fathul Qorib telah hatam dengan pemahaman yang tinggi. Sedangkan dibidang ilmu alat, beliau telah menguasai dengan baik kitab-kitab seperti; Sharraf, Jurumiyah, dan ‘Imrity. Setelah itu beliau diperintahkan sang paman untuk menimba ilmu kepada al-Mukarrom kyai Kholil Rembang Jawa Tengah, untuk mendalami kitab al-Fiyyah Ibnu Malik. Disana beliau dikenal sebagai santri yang sangat rajin, ulet dan pintar, sehingga kyai Kholil sang guru sangat menyayanginya.
 Mengerti akan kemampuan dan adanya benih-benih berkualitas dalam diri muridnya itu, Kyai Kholil memerintahkan agar beliau meneruskan ngaji ke sahabatnya di Jawa Timur yaitu al-Mukarrom KH. Nawawi Sidogiri Kraton Pasuruan.
 Perintah gurunya (kyai Kholil) dijunjung tinggi dan dilaksanakan. Pagi hari yang ceria itu dengan menumpang kereta api beliau berangkat ke Pasuruan mencari pondok pesantren Sidogiri dan seorang ulama’ besar yang bernama al-Mukarrom KH. Nawawi Sidogiri.
 Pada saat matahari hampir tenggelam, Kyai Mas Badar sampai di stasiun pasuruan. Beliau menapakkan kakinya di stasiun itu untuk mencari seseorang yang akan memberi tambahan ilmu pada dirinya. Karena di kota santri inilah guru yang beliau cari tinggal.
 Gontai melangkah pasti mencari masjid yang tidak jauh dari stasiun (+1km) untuk melaksanakan shalat Maghrib dan lepaskan kepenatan setelah seharian terpaku dibangku kereta. Selesai shalat, ia keluar dari masjid dengan wajah yang nampak kebingungan. Kemana ia harus melangkah, maklum saja dia baru pertama kali menapakkan kakinya di tanah kelahiran Untung Surapati, sang pahlawan Pasuruan itu. Melihat kebingungan pemuda asing itu al-Mukarram Kyai Yasin (Kebonsari Pasuruan kerabat dekat ibu nyai Khairatun) tak sampai hati membiarkannya tersesat. Beliau hampiri dan menegur pemuda itu, seraya menyapa dari mana dan hendak kemana. Pengembara muda itu menanggapi dan menceritakan tujuannya bahwa dia bermaksud untuk  mondok dan nyantri ke pondok Sidogiri. Karena sudah malam dia dipersilahkan singggah dan menginap di kediaman kyai Yasin-Kebonsari. Pagi harinya, pemuda pemburu ilmu itu diantarkan ke pondok Sidogiri. Sejak saat itu ia resmi menjadi santri kyai Nawawi Sidogiri.
Diakui banyak orang bahwa Kyai Badar memang pemburu ilmu sejati. Seakan tidak ada peluang untuk tidak belajar. Bukan hanya bidang alat dan fiqh yang beliau geluti, ilmu  falaq pun tak luput dari incarannya. Setiap hari pulang pergi dari Sidogiri ke desa Sladi beliau jalani dengan penuh rasa ikhlas dan semangat yang tinggi, hanya dengan satu tujuan: adalah menuntut dan mendapatkan ilmu, menghilangkan kebodohan agar selalu bisa melangkah dijalan yang diridloi Allah SWT. Di desa Sladi inilah beliau memperdalam ilmu hisab dan ilmu falaq dari kyai Hasan Asy’ari (adik sepupu KH. Aly Murtadlo). Juga dari Sladi ini, beliau mengenal kyai Mas Ahmad Zahid putra Hadrotussyeh KH. Aly Murtadlo. Semenjak itu beliau sering mampir ke Besuk dan semakin dekat hubungannya dengan kyai Hasan Asy’ari dan kyai Zahid.
3.Menjadi penerus\ pengasuh generasi II pondok besuk
Tak terelakkannya kevakuman beberapa saat sepeninggal KH Aly Murtadlo adalah karena belum ada figur yang siap menjadi penggantinya. Akhirnya, keluarga Besuk berinisiatif untuk mengadakan rapat guna membahas masa depan pondok yang mulai berkembang itu. Mereka yang terlibat antara lain adalah Ibu nyai Khairatun (istri KH. Aly Murtadho), kyai Zahid (putra KH. Aly Murtadho ) kyai Hasan Asy’ari (adik sepupu KH. Aly Muratdho). Kyai Yasin- Kebonsari (kerabat dekat nyai Khairatun) untuk mencari pengganti sang ayah sebagai pengasuh pondok Besuk dengan menjodohkannya dengan putri kyai Aly yang bernama Maimunah (lahir pada tahun 1900 M.)
Takdir memang di tangan Allah. Kyai Hasan Asy’ari (sepupu kyai Aly Murtadlo sekaligus guru kyai Badar) menjadi mediator terjalinnya pernikahan. Beliau bersama Kyai Zahid pergi ke Sidogiri menemui kyai Nawawi agar mencari salah satu santrinya yang siap menikah dan mampu menjadi pengasuh pondok Besuk.
Secara sepontan kyai Nawawi langsung menunjuk santrinya yang bernama Badar asal Kajen-Pati-Jawa Tengah. Tanpa melalui proses yang lama kyai Badar dinikahkan dengan nyai Maimunah dan menjadi pengasuh pondok pesantren Besuk priode II.
 Sebetulnya kyai Badar sudah mengenal kyai Aly Murtadlo semenjak mondok di Sidogiri, bahkan sudah pernah sowan. namun beliau belum tahu siapa kyai Aly Murtadlo sebenarnya, beliau hanya tahu kalau mertuanya itu adalah seorang sufi yang suka menyendiri tidak banyak bicara  yang ahli beribadah, itu saja. Beliau baru mengetahui siapa mertuanya sebetulnya, ketika beliau melihat beberapa kitab peninggalan mertuanya yang di letakkan di lemari. Terkejut dan terperana beliau melihatnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya: Subhanallah ternyata kyai Aly Murtadlo bukan hanya seorang pertapa yang sufi saja, tapi lebih dari itu, adalah orang ‘alim ‘allamah (amat sangat berilmu tinggi) yang mastur oleh sikap tawaddu’nya. Kyai Badar membuka kitab-kitab mertuanya yang di penuhi dengan ta’liqat-ta’liqat berbahasa arab, diantaranya; kitab Tafsir Jalalain, al-Iqna’ dan Bujairimi ‘Ala al-Manhaj dan sebagian kitab-kitab tersebut masih tersimpan rapi di ndalem Hadratussyekh KH. Muhammad Subadar. Di era itu, kitab-kitab tersebut dibilang langka di Indonesia. Dari situlah beliau tahu bahwa mertuanya itu murid dari Ulama’ besar Syekh Abu Bakar Syatho pengarang kitab I’anatut Tholibin. Dan sampai sekarang kitab I’anatut Tholibin menjadi salah satu pelajaran pokok di pondok Besuk.
 5. Kyai Badar memenuhi panggilan Allah
Di masa Hadratussyeh KH. Mas Subadar mengasuh pondok Besuk, banyak perubahan dan kemajuan terukir di wajah pondok ini. Setapak demi setapak melangkah perlihatkan jatidiri dan kedewasaannya. Beliau disamping Faqih (ahli Fiqh) juga dikenal ahli dalam bidang ilmu falaq (astronomi) dan ilmu hisab (matematika). Dengan keahliannya itu roda ifadah wa-ta’lim (aktifitas dan studi) berputar lebih mantab, santri-santri berdatangan untuk menuntut dan memperdalam ilmu hisab dan ilmu falaq, mereka kebanyakan berasal dari Jawa Tengah dan Jember. Walhasil tersebar luas ahli-ahli ilmu hisab dan astronomi di pelosok Jawa terutama Jawa Timur. al-Marhum kyai Manan Manggisan-Tanggul-Jember yang kemudian mempunyai murid kyai Abdul Mu’thi Bangil-Pasuruan, Syayid Muhammad dari Malaysia dan KH.Achmad Baidlowi Yokyakarta adalah diantara sekian banyak Alumni yang memperdalam ilmu hisab dan astronomi di pondok pesantren Besuk asuhan kyai Mas Subadar. Beliau telah menciptakan historika pondok Besuk selangkah lebih maju.
 Dua puluh satu tahun berlalu pondok Besuk dalam mata dan jiwanya. Langkah-langkah kemajuan telah diukir jelas dalam sejarahnya. Sampai penghujung tahun 1362 H / 1942 M, tepatnya pada usia 53 tahun, Al-Maghfurlah KH. Mas Subadar pergi untuk selamanya memenuhi panggilan Sang Pencipta. Inna lillahi Wa’inna Ilaihi Roji’un. Kepada Allah SWT jualah semuanya berpaling dan kembali.

http://buletinalfikrah.wordpress.com