Senin, 12 November 2012

Rosululloh SAW Rahmatan Lil 'Alamin


Rosululloh SAW Rahmatan Lil ‘Alamin

ولو أنا عملنا كل حين # لأحمد مولدا قد كان واجب
(Jika pada setiap waktu kami menggelar maulid atas kelahiran Rosul Ahmad, maka hal itu adalah kewajiban)
Tidak heran, jika Imam Abdurrahman al-Diba’i melantunkan syair demikian. Kelahiran Rosululloh SAW adalah nyawa bagi alam yang seakan mati, menjadi siraman bagi alam yang seakan kering dan tandus. Sehingga alam menjadi hidup dengan hidupnya Rosululloh di dunia ini.  Rosululloh diutus dengan membawa agama sebagai rahmatan lil alamin. Istilah “rahmatan lil-‘alamin” dipetik dari salah satu ayat Al-Qur’an ,

وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
(Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melain kan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).” (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Dalam ayat itu, kalimat “rahmatan lil-‘alamin” secara tegas dikaitkan dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Artinya, Allah SWT tidaklah menjadikan Nabi SAW sebagai rasul, kecuali karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi semesta alam. Karena rahmat yang diberikan Allah SWT kepada semesta alam ini dikaitkan dengan kerasulan Nabi SAW.
Sebagaimana diterangkan dalam ilmu gramatika arab (nahwu), jika ada kalimat yang menggunakan إلا yang disebutkan setelah ما, maka kalimat tersebut berarti حصر (terbatas : hanya). Maka ayat tersebut menunjukkan bahwa Alloh mengutus Rosululloh Muhammad SAW hanya sebagai belas kasih (rahmat) untuk alam semesta.
Senada dengan ayat tersebut, Rosululloh SAW bersabda :
إنما أنا رحمة مهداة
( Aku ini hanya rahmat yang dihadiyahkan )
Imam al-Munawi dalam berkata dalam menjelaskan hadits tersebut, bahwa yang dimaksud Rosululloh bahwa beliau itu rahmat adalah brarti mempunyai rahmat atau yang amat sangat mengasihi, sehingga seakan-akan beliaulah yang disebut rahmat, sebab rahmat adalah sesuatu yang manghasilkan manfaat sebagaimana diri Rosululloh juga menghasilkan manfaat. Maka pengertian hadits tersebut adalah : aku tidak diutus oleh Alloh kecuali mempunyai rahmat yang dihadiyahkan Alloh kepada alam semesta. Barang siapa yang menerimanya, maka dia beruntung dan selamat dn barang siapa menolak maka dia akan menyesal dan celaka. (Faidh al-Qodir vol. II hal…..)

PENGERTIAN RAHMAT
Secara bahasa,
الرَّحْمة: الرِّقَّةُ والتَّعَطُّفُ
Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat : Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Imam Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi mengatakan bahwa rahmat yang dimaksud mempunyai beberapa pengertian :
  • Mengakhirkan adzab dari mereka
  • Rosul adalah rahmat, sehingga bagi mereka yang mentaati dan mengikutinya, maka mereka akan selamat dal mulya di dunia dan akhirat
  • Syafaat atau pertolongan (syafa’at ‘udzma) beliau untuk para pendosa besar kelak di akhirat dan mungkin masih banyak pengertian yang lain (Takwilatu ahli al-sunnah VII/384b)
Imam al-Mawardi menjelaskan bahwa rahmat tersebut berbentuk menyelamatkan dari kebodohan, menunjukkan jalan untuk menjahui kesesatan, mencegah kemaksiatan dan menuntun pada ketaatan. (Ahkam al-Sulthaniyah hal. 277).
Rahmat ini terbagi menjadi dua (2). yaitu rahmat bagi agama dan dunia. Maksud dari Rahmat beliau dalam agama yakni beliau diutus kepada manusia yang berada dalam kebodohan dan kesesatan, ketika itu para kafir ahli kitab dalam masa kebingungan dari masalah agama yang mereka hadapi. Karena banyaknya masalah sudah berjalan sejak lama dan tidak ada jalan keluarnya dalam kitabnya. Kemudian Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk pada jalan keberuntungan dan penuh dengan pahala, mensyariatkan hukum-hukum pada mereka serta menjadi pembeda antara perkara yang halal dan yang haram. Sesungguhnya rahmat itu akan terasa manfaatnya bagi seseorang yang benar-benar mencari kebenaran, bukan hanya orang yang cuma ikut-ikutan, membanggakan dirinya serta orang yang sombong.
Adapun rahmat beliau di dunia adalah beliau sebagai penyelamat bagi manusia dari kehinaan, pembunuhan dan peperangan yang disebabkan banyaknya harta yang mereka miliki.
Kebenaran Rosululloh sebagai Rohmatan Lil alamiin dipertanyakan, bagaimana disebut rahmat, padahal beliau berperang, membunuh dan bahkan beliau menyita dan merampas  harta-harta mereka sebagai ghonimah? ada beberapa jawaban mengenai hal tersebutsebagai berikut :

Pertama, Rosululloh hanya membunuh orang-orang yang sombong dan membangkang serta  tidak mau berfikir. Hal ini sama saja dengan sifat Allah SWT adalah ar-Rohman dan ar-Rohim, selain itu Alloh SWT menyiksa  orang-orang yang maksiat. Sebagaimana juga Alloh SWT berfirman, Wallahu a’lam
وما أنزلنا من السماء ماء مباركا
“dan aku turunkan  dari langit air yang penuh barokah. (QS Qoof 9)
Sekalipun member barokah, namun pada kenyataannya terkadang air tersebut menjadi penyebab dari kerusakan alam seperti  Banjir, badai, longsor, ombak besar dan lain sebagainya.

Kedua, Alloh SWT tidak meng-adzab umat Muhammad SAW secara langsung ketika mereka bermaksiat. Alloh SWT berfirman :
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ
“Alloh SWT tidak menyiksa terhadap suatu kaum selagi engkau (rosululloh) masih bersama mereka”. (QS al-Anfal 33)
Lain halnya dengan umat nabi sebelum nabi Muhammad, ketika mereka mendustakan nabinya, maka Alloh SAW langsung menurunkan adzab-Nya dengan cara membutakan mata mereka, merubah rupa, menenggelamkan atau yang lainnya.

Ketiga,  Nabi Muhammad SAW adalah paling bagusnya makhluk وانك لعلى خلق عظيم. diriwayatkan dari Abu Hurairoh, ketika dikatakan kepada Rosululloh “wahai Rosululloh berdo’alah agar orang-orang musyrik mendapat adzab !. maka beliau menjawab “aku diutus hanyalah untuk memberi rahmat bukan untuk menyiksa”. Diriwayatkan dari Hudaifah beliau juga mengatakan “Aku adalah manusia, aku bisa marah sebagaimana manusia marah, maka jika ada seseorang yang aku marahi atau aku maki, maka aku badhe berdo’a medah-mudahan orang tersebut mendapat pahalanya sholat besok di hari qiyamat.

Keempat  Syekh Abd. Rohman bin Zaid mengatakan yang dimaksud “Rohmatan lil alamiin” adalah hanya rahmat bagi orang mukmin secara khusus. Imam Abul Qosyim Al Anshori mengatakan dua pendapat di atas mengandung satu arti, beliau menjelaskan bahwa rahmat nabi Muhammad SAW menyeluruh kepada semuanya walaupun di antara mereka mengingkari terhadap Ayat-ayat Alloh SWT dan Rasul-Nya. Barang siapa yang berpaling dan sombong, maka mereka akan terjerumus ke dalam kesulitan yang disebabkan ulahnya sendiri. sebagaimana firman Alloh yang berbunyi wallahu a’lam “ mereka adalah orang-orang yang buta badhe dirinya sendiri ”.

ARTI ‘ALAMIIN
Ada beberapa makna mengenai arti dari lafadz Lil ’alamiina. Lafadz ‘alamin adalah jama’ dari lafadz ‘alam yang berarti semua perkara yang selain Alloh SWT. Namun lebih dimenangkan (taghlib) pada makhluq yang punya akal saja. Oleh karenanya, mayoritas ulama ahli tafsir sepakat  mentafsiri lafadz ‘alamiin adalah manusia dan jin baik yang mu’min dan kafir. (majma’ anhur vol. I hal. 7). Sebagaimana juga disebutkan dalam tafsir al-Kabir, tafsir al-Thobari, tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Munir dan lain-lain
Di sisi lain, Imam Muhammad bin Muhammad al-Khodami dalam karyanya Bariqah Muhmudiyah mengatakan, bahwa yang dimaksud alam adalah :seluruh makhluq Alloh SWT, yang mencakup malaikat, iblis, cakrawala dan lain sebagainya dengan penjelasan di antaranya sebagai berikut :

ü  Bentuk Rahmat  bagi iblis, adalah sebagaimana dalam riwayat menyebutkan, bahwasanya Alloh SWT mengutus satu malaikat untuk memukul iblis setiap hari hanya satu kali pukulan, namun rasa sakit yang dideritanya tak kunjung reda hingga pukulan berikutnya. Ketika diturunkan ayat ini, iblis minta perolongan dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk bagian dari alam, maka janganlah engkau menghalangiku untuk ikut mendapat rahmat-mu sesuai janjimu” kemudian sejak itu iblis diselamatkan dari pukulan itu.

ü  Bentuk Rahmat bagi malaikat, sebagaimana dalam kitab al-Syifa’, sesungguhnya Rosululloh SAW bertanya pada Jibril “Wahai Jibril, apakah engkau juga merasakan rahmat ini ?. Jibril menjawab “Ya, wahai Rosululloh. Aku kawatir akan akhir aku nanti, namun kemudian aku merasa aman sebab Alloh telah memuji atas aku dalam firman-Nya “Sesungguhnya dia adalah utusan yang mulia, mempunyai kekuatan dari yang mempunyai ‘arasy, juga yang mempunyai kedudukan”

ü  Bentuk Rahmat bagi para Nabi, sebagaimana dalam kitab al-Mawahib al-Qasthallaniyah, bahwa nabi Adam Alaihissalam, diterima tobatnya oleh Allah SWT hanyalah lantaran beliau bertawassul pada ruh nabi Muhammad SAW, ketika beliau ingat bahwa Allah SWT membersamakan nama-Nya dengan nama nabi Muhammad SAW yang senantiasa tertulis di atas pintu surga. Keterangan lain menyebutkan, ketika nabi Adam Alaihissalam hendak bersetubuh dengan Ibu Hawwa’, malaikat Jibril melarangnya sebelum beliau memberikan maharnya. Maharnya adalah membaca Sholawat sebanyak 10 kali. Lalu nabi Adam melakukannya Alaihissalam, setelah itu barulah Ibu Hawwa’ halal untuk nabi Adam alaihissalam. Selain itu, Rahmat bagi para umat terdahulu dengan mendapat syafaat udzma (pertolongan Rosululloh untuk semua umat) adalah merupakan rahmat juga bagi para nabi mereka.

ü  Bentuk Rahmat bagi binatang, sebuah riwayat menyebutkan bahwa diangkatnya masa paceklik, kekeringan, kelaparan di tahun kelahiran Rosululloh SAW sebab lahirnya Rosululloh SAW di bumi ini. Selain itu setiap masa paceklik datang, pasti kemudian berlalu sebab do’a Rosululloh SAW.

ü  Bentuk Rahmat bagi cakrawala, diriwayatkan dalam sebagian hikmah naiknya Rosululloh SAW ke langit dalam peristiwa isro’ mi’roj, bahwa tinggi tegaknya cakrawala disebabkan kedatangan Rosululloh SAW.

ü  Bentuk Rahmat bagi Bumi adalah tidak ada adzab yang ada di atas bumi yang disebabkan kamaksiatan yang dilakukan umat Rosululloh SAW sebagaimana yang terjadi pada umat-umat sebelum umat Rosululloh SAW

PENAFSIRAN DAN PENGAMBILAN DALIL YANG SALAH
Secara serampangan dan bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal, ayat ini dipaksa oleh sebagian orang sebagai dalil untuk beberapa hal yang terjadi agar sesuai dengan hawa nafsunya di antaranya adalah :

1. Kasih sayang dengan orang lintas Ideologi (aqidah)
Banyak sekali orang yang mengajak berkasih sayang kepada orang yang mboten seagama, tidak perlu membenci mereka, boleh mengikuti ritual agama mereka, atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar dengan berdalil dengan ini.
Mereka kurang memahami bahwa Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih sayang kepada mereka. Akan tetapi bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar (adzab) karena kekafirannya, sebagaimana yang menimpa umat terdahulu.
Bahkan sebagai kewjiban orang yang berimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Kasih sayang terhadap orang yang lintas aqidah dilarang sekalipun hanya berbentuk selamat hari raya untuk agama mereka seperti selamat natal selamat waisak, selamat tahun baru, selamat hari valentine dan lain sebagainya.
Namun perlu diperhatikan, membenci bukan berarti harus memerangi, membunuh, melukai, atau menyakiti setiap orang kafir yang kita temui. Sebab hal tersebut bukan wewenang kita sebagai masyarakat biasa.

2. Berkasih sayang dalam kemungkaran
Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat, membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika diingatkan. Mereka berkata : “Islam adalah rahmatan lil’alamin, penuh kasih saying dan mboten boleh menyakiti orang lain.
Padahal, sebagaiman dijelaskan Al-Thabari dalam tafsir beliau, bahwa rahmat bagi orang mu’min justeru Allah ta’ala memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan jika dibiarkan maksiat ahmat yang dimaksud dalam ayat.
Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan.
Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat. Sepatutnya pengingkaran terhadap maksiat mendahulukan sikap lembut dan penuh kasih sayang, bukan mendahulukan sikap kasar dan keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda:
إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه . ولا ينزع من شيء إلا شانه
Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (HR. Muslim no. 2594)

3. Berkasih sayang dalam penyimpangan agama  
Ayat ini digunakan untuk melegalkan bid’ah sayyi’ah, syirik dan khurafat. Mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah perbedaan yang harus ditoleransi, sehingga mereka-pun berkata: “Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”.
Menafsirkan rahmat dalam surat al-Anbiya ayat 107 dengan toleransi terhadap segala bentuk pemahaman yang ada pada kaum muslimin adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak satupun ulama ahli tafsir yang menafsirkan demikian.
Perpecahan ditubuh umat menjadi bermacam-macam golongan adalah fakta, dan sudah diperingatkan oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Rosululloh juga menegaskan golongan yang benar di antara mereka. Jadi, orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang manengatakan semua agama sama dan jelas mboten sesuai dengan sabda Rosululloh SAW.

4. Hari kasih sayang tanggal 14 Pebruari (hari valentin)
Yang keempat ini sangat merata di kalangan muda mudi zaman sekarang. Padahal Hari itu sama sekali mboten ada kaitannya dengan ayat di atas. Lepas dari kerancauan sejarah munculnya hari valentine itu, yang jelas hari itu adalah salah satu hari kebesaran agama Katholik. Jadi umat islam tidak diperkenankan ikut-ikutan dalan acara tersebut. Sebagaimana……………….
Mungkin masih ada penyalahgunaan ayat ini untuk hal-hal lain yang belum kami sebutkan, maka berhati-hatilah menggunakan ayat al-Qur’an, jika belum kapasitasnya sebagai mufassirin, jangan berani mentafsiri ayat al-Qur’an sesuai pendapatnya sendiri. Rosululloh bersabda :
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Barang siapa menafsiri al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri maka pilihlah sendiri tempatnya di neraka (HR Ibnu Abbas)


Sumber  http://buletinalfikrah.wordpress.com