Kisah Pecinta Bani ‘Alawiy (1)
Di dalam kitab Al-Multaqith diceritakan, bahawa
sebagian bangsa Alawiyyah ada yang bermukim di daerah Balkha. Ada sebuah
keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri dengan beberapa anak wanita
mereka. Keadaan keluarga tersebut serba kekurangan.
Ketika suaminya meninggal dunia, isteri beserta
anak-anak wanitanya meninggalkan kampung halamannya pergi ke Samarkand untuk
menghindari ejekan orang di sekitarnya. Kejadian tersebut berlaku pada musim
dingin. Saat mereka telah memasuki kota, si ibu mengajak anak-anaknya singgah
di masjid, sementara dirinya pergi untuk mencari sesuap
nasi.
Di tengah perjalanan si ibu berjumpa dengan dua
kelompok orang, yang satu dipimpin oleh seorang Muslim yang merupakan tokoh di
kampung itu sendiri, sedang kelompok satunya lagi dipimpin oleh seorang Majusi,
pemimpin kampung itu. Si ibu tersebut lalu menghampiri tokoh tersebut dan
menjelaskan mengenai dirinya serta berkata, “Aku mohon agar tuan berkenan
memberiku makanan untuk keperluan malam ini!” “Tunjukkan bukti-bukti bahawa
dirimu benar-benar bangsa Alawiyyah,” kata tokoh orang Muslim di kampung itu.
“Di kampung tidak ada orang yang mengenaliku,” kata ibu
tersebut.
Sang tokoh itu pun akhirnya tidak
menghiraukannya. Seterusnya dia hendak memohon kepada si Majusi, pemimpin
kampung tersebut. Setelah menjelaskan tentang dirinya dengan tokoh kampung,
lelaki Majusi lalu memerintahkan kepada salah seorang anggota keluarganya untuk
datang ke masjid bersama si ibu itu, akhirnya dibawalah seluruh keluarga janda
tersebut untuk tinggal di rumah Majusi yang memberinya pula pelbagai perhiasan
serba indah.
Sementara tokoh masyarakat yang beragama Islam
itu bermimpi seakan-akan hari Kiamat telah tiba dan panji kebenaran berada di
atas kepala Rasulullah SAW. Dia pun sempat menyaksikan sebuah istana tersusun
dari zamrud berwarna hijau. Kepada Rasulullah SAW. dia lalu bertanya, “Wahai
Rasululah! Milik siapa istana ini?” “Milik seorang Muslim yang mengesakan
Allah,” jawab baginda. “Wahai Rasulullah, aku pun seorang Muslim,” jawabnya.
“Cuba tunjukkan kepadaku bahawa dirimu benar-benar seorang Muslim yang
mengesakan Allah,” sabda Rasulullah SAW. kepadanya.
Tokoh di kampung itu pun bingung atas pertanyaan baginda, dan kepadanya Rasulullah
SAW. kemudian bersabda lagi, “Di saat wanita Alawiyah datang kepadamu, bukankah
kamu berkata kepadanya, “Tunjukkan mengenai dirimu kepadaku!” Kerananya,
demikian juga yang harus kamu lakukan, iaitu tunjukkan dahulu mengenai bukti
diri sebagai seorang Muslim kepadaku!”
Sesaat kemudian lelaki muslim itu terjaga dari
tidurnya dan air matanya pun jatuh berderai, lalu dia memukuli mukanya sendiri.
Dia berkeliling kota untuk mencari wanita Alawiyah yang pernah memohon
pertolongan kepadanya, hingga dia mengetahui di mana kini wanita tersebut
berada.
Lelaki Muslim itu segera berangkat ke rumah orang
Majusi yang telah menampung wanita Alawiyah beserta anak-anaknya. “Di mana
wanita Alawiyah itu?’ tanya lelaki Muslim kepada orang Majusi. “Ada padaku,”
jawab si Majusi. “Aku sekarang menghendakinya,” ujar lelaki Muslim itu. “Tidak
semudah itu,” jawab lelaki Majusi. “Ambillah wang seribu dinar dariku dan
kemudian serahkan mereka padaku,” desak lelaki Muslim. “Aku tidak akan
melepaskannya. Mereka telah tinggal di rumahku dan dari mereka aku telah
mendapatkan berkatnya,” jawab lelaki Majusi itu. “Tidak boleh, engkau harus
menyerahkannya,” ujar lelaki Muslim itu seolah-olah
mengugut.
Maka, lelaki Majusi pun menegaskan kepada tokoh
Muslim itu, “Akulah yang berhak menentukan apa yang kamu minta. Dan istana yang
pernah kamu lihat dalam mimpi itu adalah diciptakan untukku! Adakah kamu mahu
menunjukkan keislamanmu kepadaku? Demi Allah, aku dan seluruh keluargaku tidak
akan tidur sebelum kami memeluk agama Islam di hadapan wanita Alawiyah itu, dan
aku pun telah bermimpi sepertimana yang kamu mimpikan, serta Rasulullah SAW.
sendiri telah pula bersabda kepadaku, “Adakah wanita Alawiyah beserta anaknya
itu padamu?” “Ya, benar,” jawabku. “Istana itu adalah milikmu dan seluruh
keluargamu. Kamu dan semua keluargamu termasuk penduduk syurga, kerana Allah
sejak zaman azali dahulu telah menciptakanmu sebagai orang Mukmin,” sabda
baginda kembali.
Sumber : http://alawiy.wordpress.com
Kisah Pecinta Bani ‘Alawiy (2)
MENGENAI KEKECEWAAN SITI FATHIMAH
Ada sebuah kisah (l.k. 30 tahun silam) yang
berhubungan dengan kekecewaan Siti Fathimah – Terjadi di kota Surabaya sekitar
awal tahun 1970. Kisah ini benar-benar terjadi, hanya saja saya sudah tidak
ingat lagi nama dua orang pelaku-pelaku utama pada kisah nyata ini, maka kita
beri nama samaran saja. Kedua orang itu adalah seorang pemuda Alawiyyin saya
beri nama “Sayyid Walid”. Usia kira-kira 20 tahun Dan seorang tua penjaga
Masjid Ampel Surabaya, Haji asal Madura, saya beri nama ‘Pak Haji”. Berusia
sekitar 55 tahun.
Pak Haji, adalah seorang tua yang shaleh serta
istiqamah. Disamping menjaga kebersihan Masjid Ampel yang memang berada dibawah
tanggung jawabnya, beliau dengan tekun tidak pernah absen mengikuti setiap
pengajian rutin, dan Majelis Ta’lim yang secara tetap diadakan di Masjid itu.
Beliau ini sangat mencintai ‘Ulama Habaib, seperti Habib Shaleh Bin Muhsin
Al-Hamid Tanggul (Allah yarham), Habib Abubakar Assagaf Gresik (Allah yarham).
Dan ‘Ulama Habaib lainnya. Pak Haji ini sangat baik hati, dan sayang sekali
terhadap anak-anak kecil dan remaja Ba’alawi yang memang sangat banyak bermukim
disekitar Masjid Ampel, Nyamplungan, Suko Rejo, Suku Dono, dan sepanjang jalan
K.H. Mas Mansyur – Surabaya.
Konon mennurut ceritera Pak Haji ini semakin
bertambah sayangnya kepada para sayyid kecil dan remaja tadi. Dari hari kehari
semakin ceria saja wajahnya, ada apa gerangan? Ternyata Pak Haji ini diberi
amalan berupa wirid dan bacaan shalawat khusus, sehingga dengan amalannya itu Pak
Haji sering kali bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw. Tidak terlalu jelas
amalan itu diperoleh dari siapa. Mungkin Habib Shaleh Tanggul atau kalau tidak
mungkin dari Habib Abubakar Assagaf Gresik, atau mungkin pula dari kedua ‘Ulama
Habaib yang memang sangat terkenal pada zamannya. Bahkan sampai hari ini
sekalipun kedua beliau itu telah tiada. Namun wafatnya seorang Waliyullah
berbeda dengan orang kebanyakan, karena Maqam-maqam mereka setiap hari
dijiarahi ummat Islam dari segala pelosok dan penjuru.
Sahadan!, Pak Haji yang sangat ramah baik dan
rajin itu mulai sering kerepotan menghadapi sekelompok kecil para sayyid muda
kira-kira 15 sampai 20 orang, termasuk sayyid Walid. Kelompok anak muda ini
biasa menghabiskan waktu begadang hingga larut malam, kemudian tidurnya di
Masjid Ampel dimana Pak Haji dinas. Dari hari kehari anak-anak muda ini semakin
merepotkan Pak Haji terutama pada waktu menjelang shalat Shubuh.
Memang katanya sejak anak-anak muda ini, mulai
tidur di Masjid, dan hampir setiap malam, apalagi pada malam Minggu. Akibatnya
Pak Haji semakin kerepotan saja. Karena keadaan seperti itu terus berlangsung,
Pak Haji mulai agak kurang bersahabat. Tetapi namanya juga anak-anak muda,
mereka merasa biasa saja. Mereka terus setiap malam tidur di Masjid.
Pak Haji mulai bertambah marah, karena
kadang-kadang mereka makan makanan kecil di dalam Masjid juga, sehingga kerja
Pak Haji jadi lebih repot lagi karena harus ngurusin sampah. Yang paling
menyakitkan hati Pak Haji, karena dari mulut anak-anak muada ini mulai tercium
bau minuman keras. Wah kalau begini kata Pak Haji saya tidak bisa sabar lagi.
Akahirnya anak-anak muda itu lalu diusir dan tidak diizinkan tidur di Masjid
lagi. Lebih kurang sebulanan mungkin anak-anak muda ini tidak lagi datang tidur
Masjid maka Pak Haji pun menjadi lega.
Hal itu ternyata tidak bertahan lama karena pada
suatu malam pak Haji menemui sayyid Walid dan beberapa temannya datang tidur
lagi Masjid. Pak Haji mulai bertindak keras, dan selain memberi nasihat, beliau
juga sering marah besar kepada mereka. Tindakan Pak Haji ini ternyata ada
hasilnya. Jumlah yang datang tidur di Masjid Ampel makin sedikit, hanya tinggal
4 atau 5 orang saja.
Pada suatu hari waktu menjelang shalat shubuh,
para jama’ah yang mulai berdatangan dikejutkan oleh suara ribut Pak Haji yang
mara-marah tidak seperti biasanya, usut punya usut ternyata anak-anak yang
tidur di Masjid pada mabok dan sulit dibangunkan. Mulai hari itu mereka
diultimatum Pak Haji, tidak ada yang boleh lagi tidur diteras Masjid. Beberapa
hari memang kelihatan Masjid sepi dari anak-anak muda itu.
Tetapi beberapa hari kemudian ada lagi yang tidur
diteras Masjid, kali ini cuma S.Walid dan seorang temannya saja, namun
keadaannya sama mereka berdua ini mabuk berat. Pagi itu Pak Haji antarkan
mereka kerumah orang tuanya masing-masing. Sesudah itu Masjid sepi lagi. Tidak
terlalu lama berselang, pada suatu malam sayyid Walid yang memang paling
bandel, paling badung diantara semua temannya kedapatan tidur diteras Masjid.
Pak Haji makin dongkol saja. Seperti biasanya
menjelang shubuh Pak Haji mulai bebenah Masjid karena sebentar lagi adzan
shubuh. Ketika pemuda sayyid Walid yang bandel ini akan dibangunkan Pak Haji,
tiba-tiba Pak Haji berteriak sambil memukul menendang tubuh sayyid Walid, ada
apa gerangan? Ternyata tempat dimana sayyid Walid tidur itu sudah dipenuhi
muntahnya seketika itu teras Masjid itu menjadi kotor dan bau apak bekas
muntahan minum keras. Tak ayal lagi Sayyid Walid disikat babak belur, ditendang
dan diusir pokoknya Pak Haji marah besar, sayyid Walid lari terbirit-birit, Pak
Haji terus mengejar dan dihajar habis-habisan. Sayyid Walid jatuh bangun
dibuatnya, pikir Pak Haji yang betul-betul sudah naik pitam itu menghajar Walid
sampai sudah hampir tidak berbentuk lagi pokoknya benjolan disekujur muka dan
badan tidak dapat dihitung banyaknya, untung saja tidak sampai patah tulang.
Kini Masjid Ampel benar-benar bersih dari
anak-anak muda memang sudah tidak ada lagi yang berani tidur di Masjid lagi.
Apalagi sayyid Walid lewat di depan Masjid saja sudah tidak berani lagi.
Ketenangan di Masjid sudah tidak terusik lagi. Beberapa bulan kemudian Pak Haji
selalu terihat termenung, wajahnya seperti orang kesusahan dan tidak bergairah.
Usut sana usut sini, akhirnya Pak Haji
berceritera mengenai kesusahannya itu. Kata Pak Haji sejak kejadian beberapa
bulan yang lalu itu, sampai sekarang kata Pak Haji saya tidak lagi bermimpi
bertemu Rasulullah Saw. ceritera Pak Haji sambil berurai air mata. Orang yang
memahami kondisi spritual Pak Haji ini, menasehatinya agar menemui salah satu
‘Ulama Habaib dan coba konsultasi. Mendengar itu beliau tambah keras tangisnya.
Akhirnya Pak Haji bercetera dengan suara parau dan tersendat sendat bagai anak
kecil kehilangan mainan.
Kata Pak Haji setelah saya tidak lagi bermimpi
bertemu Nabi Saw, saya lebih meningkatkan amalan saya, tetapi bahkan sekalipun
sudah berhari-hari saya mengamalkan wirid dan bacaan shalawat sepanjang
malamnya, toh tidak pernah dapat bermimpi seperti dulu lagi bertemu dengan Nabi
Saw. Sampai pada suatu malam ketika saya kelelahan dan tertidur sebentar,
tiba-tiba saya merasa bertemu dan melihat seorang wanita Muslimah yang sangat
cantiknya dan belum pernah saya melihat seperti itu sebelumnya. Tetapi wajahnya
muram dan cemberut, tetapi penuh wibawa menatap saya. Lalu saya bertanya;
“Sampeyan ini siapa?, wanita itu diam saja dan menatap saya dengan tajamnya
sehingga ada rasa takut yang amat sangat dalam diri saya, Saya ulangi
pertanyaan itu sampai berulang-ulang. Akhirnya pada pertanyaan saya yang ketiga
kalinya;
Pak Haji: “Maaf sampeyan ini siapa?, tiba-tiba
katanya Fathimah: “Saya Fathimah binti Rasul Saw.”
Pak Haji: “Saya mohon ampun maaf – menangis
keras”
Fathimah: “Redhaku ada pada cucuku (Sayyid
Walid)”
Pak Haji: “Ampun maaf Kanjeng Puteri Rasulullah
Saw.
Fathimah: “Aku yang mengurus anak cucuku”.
Pak Haji: “Ampun maaf Kanjeng Puteri Rasulullah
Saw.
Fathimah: “Cintai, nasehati jangan sakiti mereka”
Sampai disini beliau (Siti Fathimah) hilang dari
penglihatan saya, kata Pak Haji masih dalam keadaan menangis terisak-isak.
Karena mimpi tersebut diatas sudah lewat beberapa bulan tetapi Pak Haji itu
belum juga bertemu dengan sayyid Walid. Ternyata sejak kejadian pemukulan dan
pengusiran terhadap sayyid Walid itu, Pak Haji tidak pernah bertemu dengan
sayyid Walid. Bahkan setelah kejadian mimpinya bertemu Siti Fathimah itu Pak
Haji sudah mencari kerumah orang tuanya, dan teman-temannya tetapi tidak ada
yang tahu dimana sayyid Walid berada. Hal inilah yang membuat susah hatinya.
Pak Haji merasa sangat bersalah atas raibnya sayyid Walid. Singkat ceritera
pada suatu hari ada salah seorang teman sayyid Walid mengabarkan kepada Pak
Haji bahwa sayyid Walid selama ini bersembunyi di Pulau Bali, dan sering
kelihatan berada disekitar Pantai Kuta.
Dengan sangat gembira Pak Haji lalu berengkat ke
Bali mencari sayyid Walid. Setelah mencari dengan bertanya kesana kemari, maka
diketahui bahwa S.Walid beserta teman-temannya setiap hari berada disuatu
tempat di pantai Kuta.
Pak Haji pun begegas menuju ketempat tersebut,
lalu mengawasi dari jauh. Hati Pak Haji begitu girang gembira, manakala ia
melihat S.Walid benar sedang bermain bersama teman-temannya ditempat itu.
Dengan perlahan-lahan Pak Haji mendekati tempat S.Walid.
Namun apa lacur? S.Walid begitu melihat Pak Haji
ada didepannya, iapun lari dan berlari sekuat tenaga, Pak Haji pun berlari
mengejarnya. Terjadilah kejar mengejar antara mereka berdua tanpa dimengerti
oleh teman-teman S. Walid, maka mereka juga mengejar dari belakang. Sampai
beberapa saat kemudian Pak Haji dapat menangkap S.Walid, maka dirangkul dengan
sekeras-kerasnya, lalu tak ayal lagi S.Walid diciumi Pak Haji sejadi-jadinya.
S.Walid yang tidak mengerti, karena dikiranya Pak
Haji akan menghajarnya, ia tetap berusaha melepaskan diri dari kempitan Pak
Haji. Pak Haji tidak melepaskannya, bahkan mulai menangis seperti anak kecil.
S.Walid sangat terperanjat melihatnya. Dan berkatalah Pak Haji “Ya Habib!
Maafkan dan ampuni saya, memang saya telah bersalah dan berbuat dosa memukuli
Habib dulu, tolong Habib maafkan saya, ampunkan saya!, begitulah Pak Haji
berkata berulang-ulang, sementara ia tetap tidak mau melepaskan S.Walid dari
pelukannya. Teman-teman S.Walid yang kemudian tiba disitu, menjadi
terbengong-bengong dibuatnya. Mereka memang sangat bingung menyaksikan kejadian
peristiwa itu sebab mereka tidak tahu ada masalah apa antara Pak Haji dan
temannya ini.
Sayyid Walid tadinya menyangka ia dicari Pak Haji
dan mau dipukul lagi maka ia lari ketakutan tadi. Kini ia terperangah, mengapa
pula Pak Haji minta maaf dan ampun padanya?, ia menjadi kasihan melihat Pak
Haji begitu sedih dan menangis. Pak Haji mulai dapat mengendali diri dan
emosinya, maka diajaklah S Walid ketempat yang teduh jauh dari teman-teman
S.Walid. Setelah keduanya menyendiri, mulailah Pak Haji mengisahkan semua
kejadian yang menimpanya sejak ia bertindak memukuli dan menyakiti S.Walid
dengan keras dahulu, sampai ia kehilangan mimpi bertemu Nabi Saw, hingga
akhirnya ia didatangi oleh Siti Fathimah, terus sampai ia ke Bali mencari
S.Walid dengan maksud minta ampun, maaf dan ridha dari Sayyid Walid, begitu
kisah Pak Haji.
Setelah mendengar kisah Pak Haji, tiba-tiba
Sayyid Walid yang kini jadi menangis dengan sangat sedih seolah ditinggal mati
orang tuanya.
Kedua anak manusia ini akhirnya berpelukan,
bertangis-tangisan terbawa perasaan masing-masing. Keduanya kini saling
memaafkan satu sama lain. Betapa gembiranya hati Pak Haji sekarang. Sementara
Sayyid Walid seolah menemui kesadaran baru. Kemudian hari itu juga Sayyid Walid
pamitan dari kawan-kawannya, dan mengikuti Pak Haji kembali ke Surabaya.
Sesudah kejadian di Pulau Bali itu, Pak Haji
terlihat kembali ceria seperti sebelum kejadian dahulu. Tetapi ada yang
merisaukan hati Pak Haji yaitu setelah berpisah dengan S.Walid dirumah orang
tuanya itu, Pak Haji tidak lagi berjumapa dengan S.Walid betahun-tahun lamanya.
Konon ceriteranya kejadian di Pulau Bali itu dan mendengar seluruh kisah Pak
Haji, jiwa Sayyid Walid seperti diguncang sebuah kesadaran akan dirinya. Sayyid
Walid, setelah tiba dirumahnya kembali di surabaya, hanya berselang beberapa
hari, ia meminta izin orang tuanya untuk mondok di salah pesantren asuhan salah
satu Habaib di Jawa Timur. Setelah berselang beberapa tahun kemudian, orang
bertemu lagi dengan Sayyid Walid sangat berlainan keadaannya. Ia kini bukan
lagi seorang sayyid muda ugal-ugalan. Ia telah menjadi seorang Ustadz muda
jebolan pesantren, pakaiannya sehari-hari adalah gamis dan surban yang tidak
pernah lepas dari pundaknya. Orang tidak pernah menjumpainya kecuali di
majelis-majelis Ta’lim para Habaib.
Begitulah kisah nyata ini, sekaligus menjadi
i’tibar bagi hati orang yang mau percaya, bahwa persoalan tinggi rendahnya
kondisi spriritual seseorang, tergantung kepada pengalaman spiritualnya itu
sendiri. Kita bisa berkata mustahil Pak Haji di datangi Siti Fathimah karena
telah mengganggu cucunya. Bagaimana wirid dan bacaan shalawat Pak Haji sebanyak
apapun ternyata ia tidak lagi dapat melihat Rasulullah Saw dalam mimpinya
seperti sebelumnya, karena ia telah menyakiti sebagian dari darah daging puterinya
Fathimah, yang sekaligus darah daging Nabi Saw, sendiri yang menjadi pelanjut
keturunannya itu. Hendak dipercaya ataupun tidak, terserah kepada masing-masing
orang, tetapi begitulah kisahnya. Masihkah anda ingat sebuah Hadits Nabi
Saw, yang diriwayatkan ola Ibnu Sa’ad bahwa Nabi Saw telah bersabda:
“Berbuat baiklah terhadap ahlul bait-ku
karena kelak aku akan memperkarakan kalian tentang mereka. Barang siapa yang
aku perkarakan, maka Allah pun akan memperkarakannya, dan siapa yang
diperkarakan Allah, maka orang itu dimasukan kedalam neraka.”
Diambil dari : “Revisi Kafa’ah Syarifah” –
Asyraaf