Tempat Terindah Adalah Kuburan
Suatu malam Imam Ibrahim bin Adham sedang berada
di luar rumah. Seorang serdadu penuggang kuda yang pasukannya berkemah di
sekitar tempat itu dan kebetulan mendapat cuti, datang mendekatinya, lalu
bertanya, “Hai orang tua, di daerah ini, dimanakah ada tempat bersenang-senang,
tempat yang paling indah?”
Ibrahim bin Adham mendongakkan kepala dan balik
bertanya, “Tuan menanyakan pendapat saya?”
“Ya.”
“Tempat yang tuan maksudkan itu terletak di sana,
di seberang rumah saya,” ucap Ibrahim bin Adham seraya menuding ke arah
kuburan.
“Yang mana?” Tanya serdadu itu kebingungan.
“Itu, di seberang sana.”
“Yang mana? Kuburan itu?”
“Itu, di seberang sana.”
“Yang mana? Kuburan itu?”
“Ya, betul. Tempat yang paling indah untuk
bersenang-senang menurut pendapat saya, adalah kuburan.”
“Kurang ajar,” umpat serdadu itu mendongkol. Tapi ia belum berani bertindak lebih jauh, takut kalau-kalau orang tua itu seorang yang berpangkat tinggi. Jadi ia bertanya,
“Kurang ajar,” umpat serdadu itu mendongkol. Tapi ia belum berani bertindak lebih jauh, takut kalau-kalau orang tua itu seorang yang berpangkat tinggi. Jadi ia bertanya,
“Siapakah kamu hai orang tua?”
“Saya hanyalah seorang hamba.”
“Keparat!” hardik serdadu itu sembari menendang.
“Saya hanyalah seorang hamba.”
“Keparat!” hardik serdadu itu sembari menendang.
Kemudian Ibrahim bin Adham diseret ke
perkemahannya dan diadukan kepada atasannya dengan tuduhan telah mempermainkan
dan menghina tentara. Namun alangkah herannya serdadu itu melihat atasannya
sangat menghormati orang tua tersebut. Karena memang ia mengenal Ibrahim bin
Adham sebagai seorang alim yang amat berpengaruh.
Walau bagaimanapun, komandan tentara dengan nada
penyesalan dan kekecewaan, berkata, “Saya menyayangkan sikap tuan selaku orang
alim, mengapa mempermainkan anak buah saya?”
Ibrahim bin Adham bertanya tidak mengerti,
“Mempermainkan anak buahmu? Dalam hal apa?”
“Ia menanyakan tempat bersenang-senang yang
paling indah. Tuan kenapa menunjukkan ke kuburan?”
“Hah? Ia menanyakan pendapat saya. Tentu saja
tempat bersenang-senang buat orang setua saya, hanyalah kuburan. Apakah seumur
saya ini masih pantas mencari kesenangan di tempat-tempat hiburan?”
Komandan tentara itu terperangah. Terpaksa ia
mengakui, Ibrahim bin Adham telah memberikan jawaban yang tepat. Tapi ia masih
kurang senang. Hingga ia berkata lagi, “Andaikata tuan menerangkan dengan jujur
siapa tuan sebenarnya, pasti anak buah saya takkan menendang serta menyeret
tuan ke mari.”
“Maksudmu?”
“Mengapa tuan mengatakan bahwa tuan, hanya
seorang hamba?”
“Apakah saya salah? Dia menanyakan siapa saya.
Jadi, siapakah saya ini kecuali seorang hamba Allah? Kau, aku, dia dan kita
semua bukankah cuma hamba-hamba Allah belaka? Nama, pangkat dan kedudukan
hanyalah embel-embel sementara, yang tidak dapat menghilangkan kenyataan, bahwa
kita adalah hamba Allah.”
Makin terperosok komandan itu ke dalam kebenaran
yang pahit. Ia tak bisa mengelak, bahwa semua dalih dan penjelasan Ibrahim bin
Adham adalah kejujuran paling tuntas dari seorang alim yang tawakal.
Akhirnya dengan sedih ia berkata, “Kalau begitu,
maafkanlah kekurangajaran anak buah saya yang telah menendang dan menyeret tuan
kemari.”
Ibrahim bin Adham dengan wajah polos menjawab,
“Tidak perlu minta maaf dan tidak perlu memaafkan. Sebab sayalah yang harus
mengucapkan terima kasih kepadanya.”
“Ah, sekeras itukah hati tuan sehingga tidak mau
memberi maaf?” keluh komandan tentara menyesali.
“Bagaimana saya harus memberi maaf jika dia tidak
perlu minta maaf? Mengapa dia mesti minta maaf, padahal dia telah membantu saya
mengurangi dosa-dosa saya, melipatgandakan simpanan pahala saya dan menyebabkan
do’a saya pasti dikabulkan Tuhan?”
“Maksud tuan?” Tanya komandan tentara
kebingungan.
“Saya tidak bersalah. Tetapi dia telah menganiaya
saya. Berarti saya termasuk orang yang dianiaya. Tidakkah engkau pernah
mendengar bahwa dosa orang yang dianiaya akan dihapus dan do’anya pasti
dikabulkan?”
Dengan penjelasan ini, komandan tentara makin
tidak dapat berbicara. Ia hanya berjanji dalam hati untuk memarahi anak buahnya
supaya bersikap lebih hormat kepada rakyat jelata.